|
Nama
|
:Nur
Rahmah Abdullah
|
|
Nim
|
:1771342019
|
|
Kelas
|
:Pare
pare
|
PSIKOLOGI FORENSIK
A.
Definisi dan Sejarah
Psikologi klinis yang
bekerja didalam lingkungan forensik mengevaluasi kewarasan terdakwa kriminal,
menilai kompetensi hukum untuk menjalani persidangan, menilai keluarga didalam
perselisihan tentang hak asuh anak, memprediksi bahaya, berfungsi sebagai saksi
ahli dan terlibat dalam interaksi interaksi lain dengan sistem hukum.
Psikologi forensik
menawarkan gelar pascasarjana gabungan di bidang hukum (joint graduate degress,
JD) dan Psikologi (Phd atau PysD). Disamping itu megang pradoktoral dan
pascadoktoral menawarkan berbagai jenis pelatihan forensik (Buhrl, Shah,
Filone, Foster & DeMatteo,2012;Marczyk, Krauss &Nurl, 2012).Hugo
Munnsterberg adalah salah seorang promotor utama pertama penggunaan psikoloi
klinis di arena hukum. Ia menulis sebuah buku laris pada 1908 yang berjudl On the Witness Stand.
Psikologi forensik
telah tumbuh dengan cukup pesat selama tiga dekade terakhir (De Matteo,Marczyk,
Krauss & Burl, 2009) dan telah mencapai tahap sebagai sebuah disiplin yang
matang (Helbrun & Brooke.2010). Pekerjaan forensik telah berkembangn
menjadi bidang spesialisasi unik bagi psikologi klinis. Psikologi klinis yang
bekerja di dalam lingkungan forensik harus mengakui bahwa ketika mereka menilai
seorang individu, tujuannya belum tentu untuk membantu individu tersebut,
tetapi juga unutk mmebantu sistem hukum dengan menawarkan informasi dan
rekomendasi tentang individu tersebut. Jadi, ketika menawarkan asesmen
forensik, psikolog klinis harus berinteraksi dengan klien secara tidak memihak,
netral dan objektif.
Kegiatan
Forensik Dalam Psikolog Klinis
B.
Kegiatan Asesmen
Asesmen klinis adalah
salah satu kgiatan menonjol dikalangan psikolog klinis yang bekerja dibidang
forensik. Asesmen asesmen yang paling lazim adalah dibidang hak asuh anak,
kompetensi, dan evaluasi sebelum hukuman dijatuhkan, tetapi asesmen juga
dilaksanakan didalam beberapa keputusan pembebasan bersyarat, gugatan hukum
cedera pribadi, dnegan pendapat kompensasi pekerja, penyaringan personel hukum
sebelum dipekerjakan, dan evaluasi disabilitas untuk mendapat tunjangan jaminan
sosial (Wood, Grab, Lilienfeld & Nezworski,2002). Di semua evaluasi
forensik batas batas kerahasiaan seharusnya dijelaskan kepada individu yang
dievaluasi melalui proses persetujuan tertulis dan lisan (Asosiasi Psikologi
Amerika,2002).
Banyak teknik yang digunakan didalam asesmen forensik
dama dengan yang biasa digunakan oleh para psikolog klinis, termasuk wawancara
klis, tes kecerdasan dan tes kepribadian. Alat tes yang banyak digunkaan adalah
tes tes kepribadian obejektif seperti Inventory Kepribadian Multifae Minnesota
2 (MMPI2) dan tes tes kecerdasn dengan vrealibilitas dan validitas tebukti
seperti Skala Intelegensi Wechsler untuk dewasa (WAIS).
Tiga keterampilan asesmen (Sageman, 2003):
1.
Pengetahuan
tentang isu isu hukum, mungkin melibatkan pemahaman tentang tanggung jawab
pidana, definisi kompetensi dan definisi etidakwarasan.
2.
Menanggapi
tuntutan sistem hukum, seringkali melibatkan upaya netralisasi tentang klien,
memprediksi masa depan dengan sebaik baiknya, dan mengumpulkan data tentang
kasus secara seksama dan tidak bias.
3.
Berlaku pada
litegasi (kasus pengadilan) dan melibatkan pemahaman tentang strategi masing
masing pengacara, memberikan kesaksian yang semestinya, dan tunduk pada orang
lain yang terlibat dalam kasus, bilamana perlu.
C.
Memprediksi Bahaya
Psikolog klinis sering
direkrut untuk membantu dalam memprediksi bahaya, kususnya jika individu
tersebut memiliki riwayat penyakt mental selain perilaku agresif.Psikolog
klinis dapat menilai potensi untuk bahaya dimasa mendatang dengan beragam cara,
dimana sebagian besar dapat ditempatkan kedalam salah satu diantara dua
kategori:
1.
Metode prediksi
klinis, penilai menggunakan tes psikologi, wawancara klinis, pengalaman klinis,
dan pertimbangan pribadi untuk menentukan bahaya.
2.
Metode prediksi
statistik, penilai memprediksi bahya berdasarkan rumus statistik atau aktuaria
yang didatlkan dari perbandingan karakteristik karakteristik seorang individu
dengan korelasi korelasi yang telah diketahui dengan bahaya dimasa mendatang
(Grove, Zald, lebow, Snitz & Nelson 2000).
Variabel
variabel tersebut biasanya bersifat objektif, bukan subjektif, dan mungkin
termasuk:
a.
Variabel
dispisisional, seperti umur, ras, jenis kelamin, kelas sosial dan variabel
kepribadian
b.
Variabel
historis, seperti riwayat kekerasan, riwayat pekerjaan, riwayat kesehatan, dan
riwayat kejahatan.
c.
Variabel
konstektual, seperti dukungan yang ada, adanya atau ketersediaan senjata dan
tingkat stres.
d.
Variabel klinis,
seperti gangguan mental, penyalahgunaan obat dan alkohol dan tingkat fungsi
secara keseluruhan saat ini.
Karena sifta individual
dan subjektifnya, metode klinis berbeda dari klinis ke klinis, dan perbedaan di
antara para klinis ini cenderung membuat metode ini kurang reliabel. Metode
klinis menyisakan ruang bagi bias dan bentuk bentuk kesalahan manusia lain di
dalam pengambilan keputusan subjektif. Metode statistik cenderung kurang
fleksibel namun lebih baik secara empiris karena objektivitasnya.
Peneliti telah
menetapkan bebrapa pedoman umum untuk memprediksi perilaku berbahaya. Faktor
faktor yang berkaitan dengan bahaya didalam literatur empiris termasuk umur
(orang orang yang lebih muda memiliki resiko lebih tinggi), catatan penahanan
(mereka yang lebih sering ditahan memliki resiko yang lebih tinggi),
ketersediaan senjata (mereka yang memiliki senjata memiliki resiko yang lebih
tinggi), dukungan sosial (mereka yang memiliki dukungan sosial rendah memiliki
resiko yang lebih tinggi), dan gejala gejala psikologis (mereka yang memiliki
gejala gejala psikosis aktf memiliki resiko yang lebih tinggi). Meskipun ada
hubungan yang kecil antara adanya penyakit mental dan kekerasan, faktor faktor
psikologis kuncinya termasuk adanya penyalahgunaan substansi, gejala gejala
psikosis atau psikopati (Hemphill & Hart,2003;Litwack dkk.,
2006;McNeildkk.,2002;Monahan,2003).
D.
Tidak Bersalah karena Ketidak Warasan
Menurut sistem hukum Amerika Serikat, orang orang
yang melakukan kejahatan seharusnya dihukum hanya jika mereka melakukan
kejahatan itu diatas kehendaknya sendiri. Jika seorang individu tidak dapat
mengontrol tindakannya akibat sebuah gangguan mental, bahkan jika tindakan
tersebut bersifat kriminal, individu tersebut tidak akan dianggap bertanggung
jawb atas kejahatannya tersebut, tetapi akan dinyatakan tidak bersalah karena ketidakwarasan.. jadi, asesmen seorang
psikolog klinis atas keadaan mental seorang terdakwa pada saat tindak kejahatan
dilakukan dapat menjadi salah satu komponen krusial dari proses hukum. Jika
terdakwa dinyatakan NGRI, mereka tidak dipenjarakan dalam pengertian biasanya,
karena hukuman semacam itu diciptakan sebagai sarana pencegahan dan kontrol
sosial (Darley, Fulero, Haney, & Tyler,2002). Pemenjaraan secara efektif
tidak akan mencegas seseorang yang tidak melakukan kejahatan berdasarkan
kehendaknya sendiri. Sebaliknya, pelembagaan individu individ yang dinyatakan
NGRI yang terjadi di unit psikiatri rawat inap atau fasilitas fasilitas serupa
adalah untuk penanganan mereka dan disesuaikan dengan konstelasi masalah
masalah emosional dan perilaku individu yang bersangkutan.
Terdapat banyak kesalahan konsepsi tentang
pembelaaan berdasarkan NGRI, sebagian diantaranya timbul dari kasus kasus
pengadilan yang dipublikasikan secara luas, misalnya publik mempersepsikan
bahwa terdakwa mungkin mencari label NGRI untuk menghindari hukuman semata. Tes
M’Naghen, standar hukum pertama untuk NGRI didalam sejarah sistem hukum
Amerika, muncul selama pertengahan abad kesembilan belas. Tes ini fokus pada
kemampuan kognitif terdakwa. Menurut tes ini, dikatakan bahwa seseorang tidak
waras secara hukum jika ia tidak mampu mengontrol perilakunya bahkan jika saat
itu polisi ada satu siku dari dirinya.
E.
Evaluasi Hak Asuh Anak
Keputusan hak asuh
dibuat berdasarkan sebuah prinsip hukum yang dikenal “dokrin kepentingan terbik
bagi anak”. Ini tidak selalu terjai. Pada 1880an, ayah biasanya dibei hak asuh.
Ini memunculkan dokrin “Belia” (K.D.Hess,2006) yaitu biasanya ibu dipilih dalam
peselisihan hak asuh, khususnya di dalam kasus anak anak yang lebih muda.
Karena anak anak, bahkan remaja, tidak dianggap mempu untuk mebuat keputusan
yang baik oleh pengadilan, orang tua harus membuatkan keputusan untuk mereka.
Didalam perceraian ketika orang tua sedang menghadapi perselisihan hak asuk
anak, bahkan orang tua yang bersangkutan juga seringkali tidak mampu membuat
pilihan yang tepat untuk anaknya, maka kadang kadang pengadilan menunjuk wali.
Asosiasi Psikologi
amerika (1994) memberukan standar untuk melaksanakan evaluasi hak anak anak.
Standar standar ini mengikhtisarkan maksud dan pedoman untuk melaksanakan
evaluasi hak asuh anak anak. (BUKA BUKU PSIKOLOGI KLINIS POMARENTS HALAMAN 599
RAHMAH!)
F.
Kompetensi untuk Menghadapi Sidang
Standar untuk menghadapi sidang yang ditetapkan
dalam Dusky v.United States (1960) adalah standar yang digunakan di sebagian
besar wilayah Amerika Serikat. Mahkamah Agung menyatakan bahwa untuk menghadapi
persidangan, seorang terdakwa harus memiliki “kemmapuan yang cukup pada saat
ini untuk berkonsultasi dengan pengacaranya dengan derajat pemahaman rasional
yang wajar dan pemahaman rasional maupun faktual tentang dirinya”. Standar ini
mencakup kapasitas terdakwa untk memahami proses pidana dan kemampuannya untuk
menjalankan fungsi didalam proses tersebut. Kompetensi mengacu pada kemampuan
terdakwa saat ini untuk memahami proses pidana dan menjalankan fungsinya
didalam proses tersebut. Akan tetapi definisi ini teidak termasuk status mental
sebelumnya atau mental status pada tindak kejahatan dilakukan; sebaliknya, status mental sebelumnya itu akan dimasukkan
di dalam diskusi diskusi tentang
tanggung jawab kriminal.. dengan kata lain, periode waktu yang dimaksud
dalam asesmen kompetendi adalah saat ini, dan periode waktu yang dimaksud untuk
tanggung jawab pidana adalah titik dimasa lalu pada saat tindak kejahatan itu
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Sundberg,
N. D, dkk. 2007.Psikologi Klinis: Perkembangan Teori, Praktik dan Penelitian.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Slamet,
S.& Markam. (2008).Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Pomerantz,
Andrew M.(2013).Psiklogi Klinis.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Komentar
Posting Komentar