PSIKOLOGI PENDIDIKAN Masalah Pendidikan di Indonesia




PSIKOLOGI PENDIDIKAN


MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA





Dosen Pengampu Mata Kuliah:
Rohmah Rifani, S.Psi., M.Si., Psikolog

Disusun Oleh:
Nur Rahmah Abdullah
Nim: 1771342019
Kelas Parepare (i)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018






FAKTOR YANG MENJADI PENYEBAB MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
a.     Peningkatan jumlah angka anak putus sekolah
Angka putus sekolah dari SMP ke SMA mengalami kenaikan. Data dari UNICEF tahun 2016 sebanyaj 2,5 Juta anak Indonesia tidak dapaat menikmati pendidikan lanjutan, yakni sebanyak 600 ribu dari anak Sekolah dasar dan 1,9 Juta anak Sekolah menengah pertama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah angka anak putus sekolah:
1.     Latar belakang pendidikan orangtua
2.     Lemahnya ekonomi keluarga
3.     Kurangnya minat anak untuk bersekolah
4.     Kondisi lingkungan tenpat tinggal anak.

b.     Kurikulum
Orientasi kurikulum pendidikan di Indonesia masih dilihat dari ketuntasan materi pelajaran. Guru menjadi panik begitu menyadari bahwa materi yang diajarkan belum terselesaikan. Guru selalu dikejar-kejar targer kurikulum, padahal pembelajaran mengalami situasi yang berbeda beda setiap semester dan setiap tahunnya.Sehingga pembelajaran di kelas sebagian besar masih terbataspada penyelesaian bahan ajar tanpa memedulikanapakah seluruh peserta didik sudah menguasai pelajaran ataubelum. Realitanya hanya sepertiga peserta didik yang menguasaiseluruh pelajaran. Sedangkan duapertiganya akan mengakumulasikan ketidakpahamannya yang nanti tercermin dalam ketidakmampuannya menjawab tes yang diberikan.
Selain itu, substansi kurikulum dalam hal kepadatan materi tidak signifikan dengan alokasi waktu tersedia. Ini juga merupakan salah satu sebab bahwa materi yang dibelajarkan di kelas kurang bermakna dan kurang terlihat relevansinya bagi siswa (Suyanto, 2002: 23).
Perubahan kurikulum di Indonesia telah terjadi sebanyak 10 kali, dari kurikulum 1947 (Rencana pelajaran 1947), Rencana pelajaran terurai 1952, Renana Pendidikan 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum berbasis kompetensi 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, hingga kurikulum 2013




c.      Kekerasan dalam dunia pendidikan
Kekerasan yang sering terjadi dalam pendidikan adalah berupa kekerasan fisik, yang banyak dilakukan di jenjang pendidikan SMA, sementara kekerasan psikis dan seksual banyak terjadi dalam jenjang pendidikan SD dan SMO. Faktor yang paling banyak berpengaruh adalah nafsu birahi. Kekerasan dalam dunia pendidikan lebih banyak dilakukan oelh guru kepada anak didiknya dan laki-laki lebih banyak berperan dalam terjadinya kasus kasus kekerasan tersebut, baik sebagai korban maupun pelaku
          O’Sullivan (Urban Economics:2000) membuat analisis menarik tantang faktor dan indikator yang membuat anak-anak sering terlibat dengan praktik kekerasan, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dalam pandangannya , kekerasan yang dilakukan seorang siswa sesungguhnya merupakan dampak langsung dari kebijakan tentang ukuran ruang kelas, sumber pembiayaan sekolah, kurikulum, efek pergaulan sejawat dan latar belakang pendidikan orang tua

d.     Kompetensi Guru
Guru merupakan profesi yang memerlukan keahlian khusus. Tugas guru meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik bereti meneruskan dan mengembangkan nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampiilan-keterampilan kepada peserra didik. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang SistemPEndidikan Nasional, pasal 39 ayat 2 (2003:27) , yaitu “Pendidik merupakan tenaga profesional yang betugas merencanakan dan melaksanakan peroses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakay, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Dalam keterangan pers yang diterima Edupoist.id, Sabtu (20/8), Ramli menjelaskan, rendahnya kompetensi guru ini terlihat pada hasil Uji Kompetensi Guru (UKG). Dalam UKG yang hanya mengukur 2 dari 4 kompetensi dasar guru ini terlihat jelas bahwa hanya ada 6% lebih dari 2,6 juta guru yang dinyatakan lulus dan tak perlu dilatih lagi. Ketika data seleksi CPNS guru dibuka, ada calon guru yang hanya bisa menjawab 1 benar dari 40 soal bahkan ada calon guru yang hanya mampu menjawab 5 benar dari 100 soal seleksi.
Ironisnya lagi, data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016 memperlihatkan, pendidikan di Indonesia hanya menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sedangkan komponen penting dalam pendidikan yaitu guru menempati urutan ke-14 dari 14 negara berkembangdidunia. 

https://newrevive.detik.com/delivery/lg.php?bannerid=0&campaignid=0&zoneid=642&loc=https%3A%2F%2Fnews.detik.com%2Fkolom%2Fd-3741162%2Fmengkritisi-kompetensi-guru&referer=https%3A%2F%2Fwww.google.co.id%2F&cb=5d0766cc59
Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari memadai. Besarnya anggaran pendidikan pun tidak serta merta menjadikan kualitas pendidikan meningkat. Mengapa? Karena kualitas guru masih bermasalah. Suka tidak suka, hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015, rata-rata nasional hanya 44,5 --jauh di bawah nilai standar 75. Bahkan kompetensi pedagodik, yang menjadi kompetensi utama guru pun belum menggembirakan. Masih banyak guru yang cara mengajarnya kurang baik, cara mengajar di kelas membosankan. Inilah momentum yang tepat untuk mengkritisi soal kompetensi guru.

Persoalan guru memang tidak sederhana. Walau jangan pula dinyatakan terlalu kompleks. Membahas kompetensi guru, prinsip dasarnya adalah memetakan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kompetensi guru. Dalam konteks ini, setidaknya dapat diduga ada empat penyebab rendahnya kompetensiguru:

a.  ketidaksesuaian disiplin ilmu dengan bidang ajar. Masih banyak guru di sekolah yang mengajar mata pelajaran yang bukan bidang studi yang dipelajarinya. Hal ini terjadi karena persoalan kurangnya guru pada bidang studi tertentu.  

b.  kualifikasi guru yang belum setara sarjana. Konsekuensinya, standar keilmuan yang dimiliki guru menjadi tidak memadai untuk mengajarkan bidang studi yang menjadi tugasnya. Bahkan tidak sedikit guru yang sarjana, namun tidak berlatar belakang sarjana pendidikan sehingga "bermasalah" dalam aspek pedagogik.

c.  program peningkatan keprofesian berkelanjutan (PKB) guru yang rendah. Masih banyak guru yang "tidak mau" mengembangkan diri untuk menambah pengetahuan dan kompetensinya dalam mengajar. Guru tidak mau menulis, tidak membuat publikasi ilmiah, atau tidak inovatif dalam kegiatan belajar. Guru merasa hanya cukup mengajar.

d.  rekrutmen guru yang tidak efektif. Karena masih banyak calon guru yang direkrut tidak melalui mekanisme yang profesional, tidak mengikuti sistem rekrutmen yang dipersyaratkan. Kondisi ini makin menjadikan kompetensi guru semakin rendah.







DAFTAR PUSTAKA

Feralys Novauli M, KOMPETENSI GURU DALAM PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PADA SMP NEGERI DALAM KOTA BANDA ACEH

Kholid Musyaddad, PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA

Ismayogi, Aditya Ayon,2012,Kekerasan dalam Dunia Pendidikan
















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Psikologi Gestalt dalam Sejarah Aliran Modern

KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF AGAMA ISLAM